About Rika

Informasi singkat tentang Saya, Nama Saya Rika Agustiani. Lahir di Tangerang pada tanggal 13 Agustus 1995. Saat ini saya sedang menjalankan studi S1 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang berada dibawah naungan fakultas FKIP dan berada pada bidang studi PGSD Kelas 3 D. NIM 2227132304.

This is My Campus

feature Featured Work

Keep in touch

RSS Feed Twitter Facebook

Subscribe via email

Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme

Senin, 04 Januari 2016

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

ABSTRAK

Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian, penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan dan abadi, atau perennial. Tujuan dari pendidikan, menurut pemikiran perennialisme, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah selama berabad-abad: jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di setiap zaman. Lebih jauh lagi, filsafat perenialisme menekankan kemampuan-kemampuan berpikir rasional manusia; filsafat itu merupakan pengolahan intelektual yang membuat manusia menjadi benar-benar manusia dan membedakan mereka dari binatang-binatang lain.
PENDAHULUAN
Perenialisme merupakan sutau aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20. Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif  . Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekan perubahan dan suatu yang baru . Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan , ketidakpastian ,terutama dalam kehidupan moral , intelektual , dan sosikultural
Solusi yang ditawarkan kaum perenialis adalah jalan mundur ke belakang dengan mengunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh , kuat pada zaman kuno dan pertengahan . Peradaban- kuno (yunani purba) dan abad pertengahaan sebagai dasar budaya bangsa- bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad ke abad (sa’dullah , 2009: 151 ).
Pandangan-pandangan yang telah menjadi dasar pandangan manusia tersebut,  telah teruji kemampuan dan kekuatan oleh sejarah . Pandangan -pandangan plato dan aristoteles mewakili peradaban yunani kuno , serta ajaran thomas aquina dari abad pertengahan .kaum prenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke dua puluh ini.
Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialisme , bahwa pendidkan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan yang btelah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali tau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan selain , kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa yang membentuk suatu sikap kebiasaan , bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu (yunani kuno).

HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Penjelasan filsafat pendidikan aliran perenialisme
Perennialisme diambil dari kata Perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “Continuing throughout the whole year” atau “Lasting for a very long time” abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perennial berarti everlasting, tahan lama atau abadi. Aliran ini mengikuti paham realisme, yang sejalan dengan pemikrian Aristoteles bahwa manusia itu rasional. Sekolah adalah lembaga yang didesain untuk menumbuhkan kecerdasan. Siswa seyogyianya diajari gagasan besar agar mencintainya, sehingga mereka menjadi intelektual sejati. Akar filsafat ini datang dari gagasan besar Plato, Aristoteles dan kemudian dari St. Thomas Aquinas yang sangat berpengaruh pada model-model sekolah Katolik.
Kaum perrenialis mendasarkan teorinya pada pandangan universal bahwa semua manusia memiliki sifat esensial sebagai mahluk rasional, jadi tidaklah baik menggiring dan mencocok hidung mereka ke penguasaan keterampilan vokasional. Berbeda dari esensialis, eksperimen saintifik dianggap mengurangi pentingnya kapasitas manusia untuk berpikir. Pelajaran filsafat dengan demikian menjadi penting, agar siswa mampu berpikir mendalam, analitik, fleksibel, dan penuh imajinatif.
Perennialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini perennialisme memeberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau” regressive road to cultural. Oleh karena itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modern ini kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan yang telah terpuji ketangguhannya. Sikap kembali kepada masa lampau bukan berarti nostalgia, sikap yang membanggakan kesuksesan dan memulihkan kepercayaan pada nilai-nilai asasi abad silam yang juga diperlukan dalam kehidupan abad modern.
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian, penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.

B.        Pandangan Filosofis Filsafat Pendidikan Aliran Perenialisme
1.   Pandangan Ontologi Perenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan substansi. Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak di hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu. Esensi dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik daripada fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial.
Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, merupakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga merupakan unsur potensialitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini, manusia dapat makin mendekatkan diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.

2.  Pandangan Epistemologis Perenialisme
Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di dalam epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning. Bagi perenialisme truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau memahami arti realita semesta raya. Sedangkan , self evidence adalah suatu bukti yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada materi atau realita yang lain. Dan pengertian kita tentang kebenaran hanya mungkin di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis misalnya berasal dari hukum-hukum berpikir.
Dalam pandangan Perenialisme ada hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, seraya menyadari adanya perbedaan antara kedua bidang tersebut. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa-empiris dan analisa ontologis keduanya dianggap Perenialisme dapat komplementatif. Dan meskipun ilmu dan filsafat berkembang ke tingkat yang makin sempurna, namun tetap diakui bahwa fisafat lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu pengetahuan.
Pandangan Aksiologi Perenialisme
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme, karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu secara alamiah condong pada kebaikan.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian, hendaknya pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan, dan pikiran. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Kesimpulan
Perennialisme diambil dari kata Perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “Continuing throughout the whole year” atau “Lasting for a very long time” abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.        Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian, penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.
DAFTRAR PUSTAKA
Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

0 komentar:

Posting Komentar